Senin, 09 April 2018

Paskah: Sebuah Rekonsiliasi


Dalam Liturgi sepanjang tahun, Gereja telah menetapkan  secara khusus  sebuah masa  di mana umat  dapat melakukan rekonsiliasi dengan Allah dan dengan sesama. Rekonsiliasi ini penting dilakukan mengingat bahwa manusia sering jatuh ke dalam dosa dan kesalahan sepanjang hidupnya sebagai akibat  dari kelemahan manusiawinya. 
Prapaskah adalah salah satu masa emas  untuk menciptakan  rekonsiliasi itu  yang berpuncak pada Paskah.  Di dalam masa Prapaskah umat melakukan pantang dan puasa, bermati raga, merenung, dan berbagi serta berbela rasa terhadap sesama yang menderita, miskin dan tersingkir. Tentu semua ini merupakan  wujud   kesadaran iman menuju pada rekonsiliasi Paskah yang sempurna.
Rekonsiliasi artinya pendamaian kembali. Kini lazim dipakai untuk istilah tobat, yakni berdamai kembali dengan Allah dan dengan sesama/Gereja. Dalam hal ini Gereja sungguh menyadari keberadaan manusia yang selalu tersandung dalam dosa dan kesalahan. Oleh sebab itu,  masa prapaskah adalah langkah awal menuju rekonsiliasi itu. Suatu proses pertobatan untuk dapat terciptanya  sebuah rekonsiliasi sejati. Akan tetapi,  patut disadari bahwa untuk terjadinya  sebuah rekonsiliasi bukanlah perkara yang muda  seperti membalik telapak tangan. Rekonsiliasi  harus bangkit dari suatu kesadaran diri yang mendalam yang didorong oleh rasa cinta kepada Tuhan dan sesama. Maka Paskah adalah sebuah kebangkitan baru. Di dalamnya umat sungguh merasakan adanya sebuah rekonsiliasi baru yang terpulihkan setelah sepanjang tahun  hidup dalam pergulatan dosa.
Menurut saya, Paskah menuju sebuah rekonsiliasi melalui empat tahap perayaan besar. Pertama, Perayaan Minggu Palma. Pada perayaan Minggu Palma terjadi suatu adegan rekonsiliasi yang baru di mana Yesus dieluk-elukan umat-Nya yang menandakan hubungan kedekatan Yesus dengan umat-Nya. Di saat itulah terungkap suatu rekonsiliasi yang mendalam antara Allah dengan umat-Nya melalui Yesus Kristus, Putera-Nya.  Kita perlu menyadari bahwa kita pun  mengalami rekonsiliasi itu dengan Allah saat ini dan di sini. Karena kita melakukan hal yang sama, yakni merayakan kembali peristiwa ribuan tahun yang lalu yang tidak akan pernah berhenti. Dan minggu Palma adalah pintu masuk menuju pada pelayanan,  penderitaan, wafat,  dan kebangkitan Yesus. Kedua, pada perayaan Kamis Putih. Perayaan Kamis Putih yang teduh sekaligus mengharukan menunjukkan adanya suatu rekonsiliasi antara Yesus dan murid-murid-Nya. Di manakah letak rekonsiliasi dalam perayaan itu? Rekonsiliasi tampak jelas pada tindakan  Yesus membasuh kaki para murid-Nya. Tindakan Yesus ini tentu saja sangat sulit kita lakukan. Tetapi apa yang dilakukan Yesus muncul dari suatu kerendahan hati-Nya yang terdalam sebagai Tuhan, yang semestinya kita teladani dan kita lakukan. Sebab Yesus saat itu mengamanatkan kepada para murid-Nya : “Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Daku”. Hal ini seharusnya dimengerti tidak  hanya tertegun dalam perayaan Ekaristi, namun proaktif dalam pelayanan nyata. Adegan Yesus membasuh kaki para murid yang mengelilingi-Nya terungkap makna rekonsiliasi pelayanan. Itu berarti kita harus menghadirkan kembali pelayanan Yesus itu di dalam kehidupan kita sehari-hari  dengan sesama dan atau sebagai anggota Gereja yang sah. Ketiga,  pada perayaan Jumat Agung. Peristiwa pada Jumat Agung merupakan peristiwa yang sungguh mengagumkan kita semua dan dunia. Seorang tokoh penyelamat  justru menderita dan mati dengan cara keci serta mengenaskan. Saat itu dunia tertunduk pilu penuh pertanyaan reflektif terlintas di dalam hatinya. Namun semuanya hanya dalam kepiluan dan penuh penyesalan. Apakah ada rekonsiliasi saat itu?  Jelas ada. Saat Yesus menyerahkan diri secara total  saat itulah terjadi sebuah rekonsiliasi sempurna.  Pada  saat itu terjadi  rekonsiliasi vertikal di mana Yesus memenuhi kehendak Bapa-Nya dengan ketaatan total yang berakhir dengan kematian-Nya di salib . Rintihan manusiawi  Yesus saat itu  tertunjuk jelas dengan seruan-Nya: “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”  Pada saat yang bersamaan pula terjadi rekonsiliasi horisontal. Dengan penderitaan itu, Yesus ingin menebus dosa manusia. Ia  ingin memulihkan kembali hubungan manusia dengan Allah dan sesama dengan pengorbanan diri-Nya yang mulia.  Keempat, Perayaan Sabtu Suci. Perayaan Sabtu Suci adalah sebuah perayaan meriah menyambut kebangkitan Tuhan. Pada malam perayaan itu, ada suatu momen indah yang dikhususkan untuk seluruh umat, yaitu upacara janji baptis.  saat itulah terjadi suatu rekonsiliasi melalui sebuah percikan titik-titik air berkat. Lewat pembaharuan janji baptis itu kita dipulihkan kembali, kita didamaikan kembali oleh Tuhan secara sempurna. Bahwasannya Yesus telah menang, maut dikalahkan dan dihancurkan-Nya. Kitapun menang bersama-Nya. Maka terjadilah sebuah rekonsiliasi sempurna, baik secara vertikal dalam hubungan Yesus dengan Bapa-Nya maupun secara horisontal dalam hubungan-Nya dengan manusia/Gereja.
                Andaikata keempat tahap tersebut di atas sungguh-sungguh kita sadari dan hayati, yang telah diawali masa Prapaskah, maka Perayaan Paskah, perayaan kebangkitan Yesus,   akan membawa kita kepada suatu rekonsiliasi yang sempurna. Tetapi sebaliknya, jika dalam persiapan kita menuju Paskah itu hanya sekedar rutinitas tahunan, atau kewajiban ritual agama semata, maka makna Paskah itu sendiri menjadi hambar  dan tidak terjadinya suatu rekonsiliasi secara sempurna dengan Allah dan sesama.  Dan yang paling  penting adalah rekonsiliasi itu harus terjadi setiap saat,  kini dan di sini, serta terus menerus sepanjang hidup kita, bukan sesudah paskah rekonsiliasi pun selesai! Selamat Paskah, Haleluya!

                       By: Lubertus Agung
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Sample Text

Copyright © WELONG | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com