Dalam Liturgi sepanjang tahun, Gereja telah menetapkan secara khusus
sebuah masa di mana umat dapat melakukan rekonsiliasi dengan Allah dan
dengan sesama. Rekonsiliasi ini penting dilakukan mengingat bahwa manusia
sering jatuh ke dalam dosa dan kesalahan sepanjang hidupnya sebagai akibat dari kelemahan manusiawinya.
Prapaskah adalah salah satu masa emas untuk menciptakan rekonsiliasi itu yang berpuncak pada Paskah. Di dalam masa Prapaskah umat melakukan
pantang dan puasa, bermati raga, merenung, dan berbagi serta berbela rasa
terhadap sesama yang menderita, miskin dan tersingkir. Tentu semua ini merupakan wujud
kesadaran iman menuju pada rekonsiliasi Paskah yang sempurna.
Menurut saya, Paskah menuju sebuah
rekonsiliasi melalui empat tahap perayaan besar. Pertama, Perayaan Minggu Palma. Pada perayaan Minggu Palma terjadi
suatu adegan rekonsiliasi yang baru di mana Yesus dieluk-elukan umat-Nya yang
menandakan hubungan kedekatan Yesus dengan umat-Nya. Di saat itulah terungkap
suatu rekonsiliasi yang mendalam antara Allah dengan umat-Nya melalui Yesus
Kristus, Putera-Nya. Kita perlu
menyadari bahwa kita pun mengalami
rekonsiliasi itu dengan Allah saat ini dan di sini. Karena kita melakukan hal
yang sama, yakni merayakan kembali peristiwa ribuan tahun yang lalu yang tidak
akan pernah berhenti. Dan minggu Palma adalah pintu masuk menuju pada
pelayanan, penderitaan, wafat, dan kebangkitan Yesus. Kedua, pada perayaan Kamis Putih. Perayaan Kamis Putih yang teduh
sekaligus mengharukan menunjukkan adanya suatu rekonsiliasi antara Yesus dan
murid-murid-Nya. Di manakah letak rekonsiliasi dalam perayaan itu? Rekonsiliasi
tampak jelas pada tindakan Yesus
membasuh kaki para murid-Nya. Tindakan Yesus ini tentu saja sangat sulit kita
lakukan. Tetapi apa yang dilakukan Yesus muncul dari suatu kerendahan hati-Nya
yang terdalam sebagai Tuhan, yang semestinya kita teladani dan kita lakukan.
Sebab Yesus saat itu mengamanatkan kepada para murid-Nya : “Lakukanlah ini
sebagai peringatan akan Daku”. Hal ini seharusnya dimengerti tidak hanya tertegun dalam perayaan Ekaristi, namun
proaktif dalam pelayanan nyata. Adegan Yesus membasuh kaki para murid yang
mengelilingi-Nya terungkap makna rekonsiliasi pelayanan. Itu berarti kita harus
menghadirkan kembali pelayanan Yesus itu di dalam kehidupan kita
sehari-hari dengan sesama dan atau
sebagai anggota Gereja yang sah. Ketiga, pada perayaan Jumat Agung. Peristiwa pada
Jumat Agung merupakan peristiwa yang sungguh mengagumkan kita semua dan dunia.
Seorang tokoh penyelamat justru
menderita dan mati dengan cara keci serta mengenaskan. Saat itu dunia tertunduk
pilu penuh pertanyaan reflektif terlintas di dalam hatinya. Namun semuanya
hanya dalam kepiluan dan penuh penyesalan. Apakah ada rekonsiliasi saat
itu? Jelas ada. Saat Yesus menyerahkan
diri secara total saat itulah terjadi sebuah
rekonsiliasi sempurna. Pada saat itu terjadi rekonsiliasi vertikal di mana Yesus memenuhi
kehendak Bapa-Nya dengan ketaatan total yang berakhir dengan kematian-Nya di
salib . Rintihan manusiawi Yesus saat
itu tertunjuk jelas dengan seruan-Nya: “AllahKu,
AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Pada saat yang bersamaan pula terjadi rekonsiliasi horisontal. Dengan
penderitaan itu, Yesus ingin menebus dosa manusia. Ia ingin memulihkan kembali hubungan manusia
dengan Allah dan sesama dengan pengorbanan diri-Nya yang mulia. Keempat,
Perayaan Sabtu Suci. Perayaan Sabtu Suci adalah sebuah perayaan meriah
menyambut kebangkitan Tuhan. Pada malam perayaan itu, ada suatu momen indah
yang dikhususkan untuk seluruh umat, yaitu upacara janji baptis. saat itulah terjadi suatu rekonsiliasi melalui
sebuah percikan titik-titik air berkat. Lewat pembaharuan janji baptis itu kita
dipulihkan kembali, kita didamaikan kembali oleh Tuhan secara sempurna. Bahwasannya
Yesus telah menang, maut dikalahkan dan dihancurkan-Nya. Kitapun menang
bersama-Nya. Maka terjadilah sebuah rekonsiliasi sempurna, baik secara vertikal
dalam hubungan Yesus dengan Bapa-Nya maupun secara horisontal dalam
hubungan-Nya dengan manusia/Gereja.
Andaikata
keempat tahap tersebut di atas sungguh-sungguh kita sadari dan hayati, yang telah
diawali masa Prapaskah, maka Perayaan Paskah, perayaan kebangkitan Yesus, akan
membawa kita kepada suatu rekonsiliasi yang sempurna. Tetapi sebaliknya, jika
dalam persiapan kita menuju Paskah itu hanya sekedar rutinitas tahunan, atau
kewajiban ritual agama semata, maka makna Paskah itu sendiri menjadi
hambar dan tidak terjadinya suatu
rekonsiliasi secara sempurna dengan Allah dan sesama. Dan yang paling penting adalah rekonsiliasi itu harus terjadi
setiap saat, kini dan di sini, serta
terus menerus sepanjang hidup kita, bukan sesudah paskah rekonsiliasi pun
selesai! Selamat Paskah, Haleluya!
By: Lubertus Agung


0 komentar:
Posting Komentar