Rabu, 04 April 2018

BERTOLERANSI DI TENGAH KEBERAGAMAN

Luber Agung -Kepala Sekolah SD Fioreti

(Lubertus Agung)

Sikap bertoleransi di Indonesia saat ini mendapat  perhatian utama dari seluruh komponen bangsa dan agama. Persoalannya bahwa Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan kelompok  radikalisme dan fundamentalisme yang begitu kuat. Dalam prakteknya kelompok ini cukup bertentangan dengan  landasan dasar Pancasila yang berisikan Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Padahal Nilai-nilai dalam Pancasila itu sudah diakui kebenarannya dan sudah diuji keampuhannya oleh suatu  peristiwa  yang mengoyakkan  dan mencabik keberagaman agama dan kesatuan bangsa dari kolonialisme.
Bertoleransi berarti bersikap toleran. Toleran artinya menghargai, mengerti/memahami orang lain dari segala segi kehidupan dan ajaran agamanya. Berkaitan dengan kondisi bangsa kita saat ini sikap toleran sangatlah penting. Karena kita hidup dalam kebinekaan, keperbedaan suku, agama, ras dan golongan. Peristiwa yang paling krusial saat ini adalah ancaman disintegrasi bangsa oleh isu agama. Di sinilah munculnya kelompok radikalis  dan fundamentalis yang ingin memporakporandakan kembali kesatuan dan kehidupan beragama di Indonesia yang sesungguhnya sudah mapan.. Sikap frontal dari kelompok ini mengundang reaksi keras dari kelompok yang mencintai keberagaman dan kemudian melakukan perlawanan hingga membubarkan kelompok yang tidak sesuai dengan visi dan misi bangsa yang berpayungkan pada Pancasila sebagai landasan yang kokoh, teduh dan mendamaikan bagi seluruh masyarakat.
Dengan munculnya ancaman seperti itu, para pencinta Pancasila dan keanekaraman berusaha untuk membela agar seluruh bangsa tetap menjaga kesatuan dan mengakui keberagaman agama yang sudah diakui dan disahkan oleh  undang-undang, khususnya dalam pasal 29 yang mengatur tentang kehidupan beragama di Indonesia. Setiap agama diharapkan agar dapat menghargai dan menghormati undang-undang yang ada. Jika sikap toleransi dijaga maka tidak akan terjadi permusuhan antar agama yang satu dengan agama yang lain. Namun sebaliknya jika sikap toleransi tidak menjadi garda terdepan, maka akan terjadi perpecahan dan  permusuhan. Pertanyaannya adalah siapakah yang menjadi tokoh panutan dalam bertoleransi itu?  Jawaban adalah bahwa kita semualah yang menjadi tokoh panutan dari sikap bertoleransi itu sesuai dengan level kehidupan kita. Pada tataran agama, para tokoh agama adalah menjadi pejuang utama untuk terciptanya hidup bertoleransi itu yang didukung oleh para penganutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan dialog antar agama sintens mungkin. Sedangkan pada tataran pemerintahan dan Negara adalah para pemimipin yang harus menjadi pengayom toleransi itu sendiri, serta lembaga-lembaga lain yang mencinta keberagaman. Jika semua unsur ini berperan, maka sikap bertoleransi akan menjadi lebih kuat dan kaum radikal serta  fundamentalis akan semakin lemah dan pada akhirnya akan lenyap dari peredaran persada nusantara ini.
Lalu bagaimana pandangan kristiani kita dengan adanya isu disintegrasi agama ini?  Kita tentunya sangat menghargai sikap bertoleransi dalam kehidupan bersama, baik antar sesama umat beriman maupun sesama yang berbeda keyakinan. Sikap kita adalah mengakui semua perbedaan yang ada. Karena perbedaan itu adalah menjadi suatu kekayaan yang indah dalam mewujudkan hukum cinta kasih. Sebaliknya kita akan menolak dengan tegas terhadap sikap intoleransi dari sikap radikalisme dan fundamentalise yang mengagungkan kebenaran sepihak dan tidak mengakui kehadiran orang lain di sampingnya. Mereka merasa paling benar dari semua kebenaran yang dianut oleh orang lain.  Di sinilah tantangan hukum kasih kristiani kita ketika kita berhadapan dengan kelompok ini. Meskipun demikian  hukum kasih kita tetap berdiri kokoh dan tak tergoyahkan, malah harus menjadi domba di tengah serigala  dan  licik seperti ular dan tulus seperti merpati di tengah segala tantangan yang ada. Mengapa demikian? Karena kita memiliki prinsip yang mendasar yaitu hukum cinta kasih. Hukum ini dapat  mengalahkan segala bentuk sikap intoleransi dan merangkul setiap keberagaman. Maka untuk membangun kesadaran kristianitas kita, kita tetap belajar dari semboyan Mgr. A. Soegijapranata, “100 persen Katolik, 100 persen Indonesia”. Selain itu para Bapa Konsili Vatikan II juga selalu mengingatkan kita agar bersedia menjaga persatuan dan perdamaian bangsa kita seperti yang tertuang dalam Gaudium et Spes (GS), “ Memang banyak dan bermacam-macam orang yang berhimpun mewujudkan neagara dan dapat secara wajar merasa condong kepada pelbagai pendapat. Maka supaya jangan samapai karena masing-masing mengikuti pandangannya sendiri dan membuat Negara itu terpecah belah maka diperlukan kewibawaan yang mengarahkan daya kemampuan semua warganya kepada kesejahteraan umum tidak secara mekanis atau otoriter melainkan terutama sebagai kekuatan moril yantg bertumpu pada kebebasan dan kesadaran akan kewajiban serta beban yang telah mereka terima sendiri, “ (GS art.74).
Dengan memahami prinsip tersebut di atas, kita akan semakin mampu menerima orang lain yang berbeda keyakinan dengan kita. Jika kita mampu menerima perbedaan, maka orang lain pun akan melakukan hal yang sama. Mereka akan melihat kita sebagai saudara dalam keberagaman itu.  Indah bukan?  Di sini makna alkitabiah kristiani kita menjadi nyata. Fungsi menjadi terang dan garam bagi sesama sungguh menjadi tanda kehadiran Tuhan.  Karena Tuhan sendiri mencintai semua manusia ciptaan-Nya tanpa pandang buluh dan agama yang dianut. Bagi Tuhan melaksanakan  hukum cinta kasih menjadi syarat utama untuk menjadi murid-Nya. Mencintai Dia dan mencintai sesama. Sesama itu menyangkut seluruh umat manusia alam semesta. Karena itu sikap bertoleransi adalah  buah dari  hukum kasih Tuhan sebab menyangkut hubungan antara sesama manusia dalam keberagaman. Bertoleransi bagi kita bukan karena ada konflik yang memecah belah hubungan antar agama, tetapi bertoleransi bagi kita adalah karena amanah hukum kasih.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Sample Text

Copyright © WELONG | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com