| Luber Agung -Kepala Sekolah SD Fioreti |
(Lubertus Agung)
Sikap
bertoleransi di Indonesia saat ini mendapat perhatian utama dari seluruh komponen bangsa
dan agama. Persoalannya bahwa Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan
kelompok radikalisme dan fundamentalisme
yang begitu kuat. Dalam prakteknya kelompok ini cukup bertentangan dengan landasan dasar Pancasila yang berisikan
Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Padahal Nilai-nilai
dalam Pancasila itu sudah diakui kebenarannya dan sudah diuji keampuhannya oleh
suatu peristiwa yang mengoyakkan dan mencabik keberagaman agama dan kesatuan
bangsa dari kolonialisme.
Bertoleransi
berarti bersikap toleran. Toleran artinya menghargai, mengerti/memahami orang
lain dari segala segi kehidupan dan ajaran agamanya. Berkaitan dengan kondisi
bangsa kita saat ini sikap toleran sangatlah penting. Karena kita hidup dalam
kebinekaan, keperbedaan suku, agama, ras dan golongan. Peristiwa yang paling
krusial saat ini adalah ancaman disintegrasi bangsa oleh isu agama. Di sinilah
munculnya kelompok radikalis dan fundamentalis
yang ingin memporakporandakan kembali kesatuan dan kehidupan beragama di
Indonesia yang sesungguhnya sudah mapan.. Sikap frontal dari kelompok ini
mengundang reaksi keras dari kelompok yang mencintai keberagaman dan kemudian
melakukan perlawanan hingga membubarkan kelompok yang tidak sesuai dengan visi
dan misi bangsa yang berpayungkan pada Pancasila sebagai landasan yang kokoh, teduh
dan mendamaikan bagi seluruh masyarakat.
Lalu bagaimana
pandangan kristiani kita dengan adanya isu disintegrasi agama ini? Kita tentunya sangat menghargai sikap
bertoleransi dalam kehidupan bersama, baik antar sesama umat beriman maupun
sesama yang berbeda keyakinan. Sikap kita adalah mengakui semua perbedaan yang
ada. Karena perbedaan itu adalah menjadi suatu kekayaan yang indah dalam
mewujudkan hukum cinta kasih. Sebaliknya kita akan menolak dengan tegas
terhadap sikap intoleransi dari sikap radikalisme dan fundamentalise yang
mengagungkan kebenaran sepihak dan tidak mengakui kehadiran orang lain di
sampingnya. Mereka merasa paling benar dari semua kebenaran yang dianut oleh
orang lain. Di sinilah tantangan hukum
kasih kristiani kita ketika kita berhadapan dengan kelompok ini. Meskipun
demikian hukum kasih kita tetap berdiri
kokoh dan tak tergoyahkan, malah harus menjadi domba di tengah serigala dan licik seperti ular dan tulus seperti merpati
di tengah segala tantangan yang ada. Mengapa demikian? Karena kita memiliki
prinsip yang mendasar yaitu hukum cinta kasih. Hukum ini dapat mengalahkan segala bentuk sikap intoleransi dan
merangkul setiap keberagaman. Maka untuk membangun kesadaran kristianitas kita,
kita tetap belajar dari semboyan Mgr. A. Soegijapranata, “100 persen Katolik,
100 persen Indonesia”. Selain itu para Bapa Konsili Vatikan II juga selalu
mengingatkan kita agar bersedia menjaga persatuan dan perdamaian bangsa kita
seperti yang tertuang dalam Gaudium et Spes (GS), “ Memang banyak dan
bermacam-macam orang yang berhimpun mewujudkan neagara dan dapat secara wajar merasa
condong kepada pelbagai pendapat. Maka supaya jangan samapai karena
masing-masing mengikuti pandangannya sendiri dan membuat Negara itu terpecah
belah maka diperlukan kewibawaan yang mengarahkan daya kemampuan semua warganya
kepada kesejahteraan umum tidak secara mekanis atau otoriter melainkan terutama
sebagai kekuatan moril yantg bertumpu pada kebebasan dan kesadaran akan
kewajiban serta beban yang telah mereka terima sendiri, “ (GS art.74).
Dengan
memahami prinsip tersebut di atas, kita akan semakin mampu menerima orang lain
yang berbeda keyakinan dengan kita. Jika kita mampu menerima perbedaan, maka
orang lain pun akan melakukan hal yang sama. Mereka akan melihat kita sebagai
saudara dalam keberagaman itu. Indah
bukan? Di sini makna alkitabiah
kristiani kita menjadi nyata. Fungsi menjadi terang dan garam bagi sesama
sungguh menjadi tanda kehadiran Tuhan.
Karena Tuhan sendiri mencintai semua manusia ciptaan-Nya tanpa pandang
buluh dan agama yang dianut. Bagi Tuhan melaksanakan hukum cinta kasih menjadi syarat utama untuk
menjadi murid-Nya. Mencintai Dia dan mencintai sesama. Sesama itu menyangkut
seluruh umat manusia alam semesta. Karena itu sikap bertoleransi adalah buah dari hukum kasih Tuhan sebab menyangkut hubungan
antara sesama manusia dalam keberagaman. Bertoleransi bagi kita bukan karena ada
konflik yang memecah belah hubungan antar agama, tetapi bertoleransi bagi kita
adalah karena amanah hukum kasih.

0 komentar:
Posting Komentar